Selasa, Maret 02, 2010

Potret Wanita Perkasa

Di kota berkembang seperti Balikpapan, masih ditemukan para pekerja wanita yang terpaksa ikut mencari nafkah, dengan melakukan pekerjaan kasar.

Dalam perjalanan hidup yang cukup panjang, mereka bekerja keras, dengan bermandikan peluh, mengganti kewajiban yang seharusnya diemban oleh suami.

Yah, mereka lah para janda, pekerja kasar wanita, dengan hidup di bawah garis kemiskinan yang berupaya bertahan hidup ditengah gemerlapnya kota minyak Balikpapan.

Dan saya pun tertarik untuk berbincang dengan segelintir wanita perkasa itu..

***************************

Wanita paruh baya itu bernama sunariah, warga gunung bakaran kelurahan sepinggan, balikpapan selatan.

Usia wanita dengan warna kulit kecoklatan kusam itu sudah melampaui setengah abad, yakni 58 tahun, sehingga tampaklah kerutan yang bergelambir pada kulitnya.

Janda dengan enam anak itu bekerja sebagai pemulung, mengais-ngais sampah bau di tong sampah atau memungutinya di pinggir jalan.

Sunariah mencari barang-barang yang layak jual, seperti kardus, plastik dan botol, kemudian menjualnya pada lapak.

Baju dinas berupa kaus oblong, celana panjang dan jilbab lusuh, lengkap dengan topi bundar serta sandal jepit butut. tidak ketinggalan keranjang sampah dari rotan dan alat pengais, yang setia menemaninya beraktivitas setiap hari.

Sunariah bercerita, aktivitas mulung dilakukan pagi hingga tengah hari. biasanya sunariah mulung di kawasan pasar klandasan, pasar pandan sari dan sekitar rumah.

Hasil mulung rata-rata 10 hingga 17 ribu rupiah per hari. menurutnya, untuk satu kilo gram kardus, seharga 400 rupiah, plastik seharga 600 rupiah dan botol seharga 300 rupiah.

”Saya itu mbak, mulung dari habis salat subuh sampe itu jam 12 siang. Yaa.. sukurin aja mbak dapat 10 ribu 15 ribu atau 17 ribu ya alhamdulillah,” ujar Sunariah seraya tersenyum.

Selain mengais sampah, wanita berdarah buton itu juga mencari nafkah dengan menjual telur ayam milik orang lain, dari rumah ke rumah. untuk satu piring ia memperoleh keuntungan 1000 rupiah. dan biasanya dalam satu hari ia hanya mampu menjual lima piring telur dengan hasil pendapatan 5000 rupiah.

”Pulang dari mulung saya salat duhur. Trus masak, trus saya pigi jualan telur mbak. Keliling sini-sini aja dekat rumah,” lanjutnya.

Sunariah menjadi janda sejak lima tahun lalu. Ia bercerita, sang suami meninggal dunia akibat mengalami kecelakaan saat memulung sampah.

Memang, memulung sudah dilakoni sunariah dan suami sekisar 30 tahun lalu, bertepatan dengan usia pernikahan mereka. namun, seiring dengan meninggalnya sang suami, membuat sunariah harus bekerja ekstra keras, menghidupi dirinya, anak dan ayah dari almarhum suaminya yang kini telah sakit-sakitan.

”Suami saya sudah ga ada mbak. Suami saya meninggal ditikam orang waktu mulung, sudah ada itu lima tahunan,” tuturnya dengan mata sedikit menerawang, seolah mencoba mengingat kembali peristiwa menyedihkan itu.

Akibat terlalu giat bekerja, tak jarang sunariah merasa nyeri pada tubuh, khususnya sendi punggung dan pinggang yang kerap memikul sampah-sampah hasil memulung. kalau sudah begitu, sunariah hanya melakukan pengobatan secara tradisional karena tersandung di biaya untuk periksa ke dokter.

”Kalau berobat dokter ya ga ada biaya. Kadang saya urut sendiri atau minta tolong tetangga aja sudah,,” lirih Sunariah.

Untungnya, dari enam anak tersebut, hanya satu yang masih dibiayai bersekolah, yakni ana, yang kini duduk dibangku kelas 1 smk negeri 4, jurusan perhotelan.

Dua anak lainnya telah berkeluarga dan menetap di pulau jawa, dua anak lagi meninggal dunia saat usia remaja dan satu lagi pergi merantau, mencoba mengadu nasib di kota sorong.

”Dua anak saya udah meninggal juga mbak, sakit mereka.. ada anak saya sudah kerja di sorong. Tapi enggak lah mbak. Saya ga mau nyusahin anak,” tegasnya lagi.

Kewajiban dan beban serupa juga dialami Yamini, warga kampung damai balikpapan selatan.

Wanita berusia 51 tahun itu justru menyandang status janda sejak tahun 1998, saat ia tengah mengandung tujuh bulan anak terakhir. saat itu sang suami yang bekerja sebagai pemulung meninggal dunia akibat mengalami sakit.

”Saya itu ditinggal suami meninggal saat hamil tujuh bulan. Ya kayak apaa.. saya namanya baru melahirkan ga bisa kerja.. alhamdulillah waktu itu tetangga ada aja yang bantu. Trus tiga bulan baru saya mulai kerja lagi mbah,” kenang Yamini.

Jadilah ibu enam anak itu menjadi tulang punggung keluarga, bekerja keras diterik matahari, dengan memulung dan menjaja kue keliling tempat tinggalnya.

Menurut yamini, dalam satu hari dari kedua aktivitas tersebut ia mengantongi hasil 20 hingga 25 ribu rupiah.

Dari jerih payahnya itu lah ia bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang sma. saat ini wanita berdarah jawa itu membiayai sekolah dua anaknya, masing-masing jenjang sma dan sd. yamini juga membiayai ibunya yang menderita strok, sejak empat tahun lalu.

Sementara tiga lainnya telah berumah tangga dan satu lagi merantau di pulau jawa.

”Ada seh mbak anak. Tapi enggak lah, saya masih bisa bekerja cari nafkah sendiri. Kasian anak-anak hidupnya juga pas-pasan mbak,” ucap Yamini.

Sungguh beratnya beban yang di pikul Yamini. meski begitu,
Ia tidak mengizinkan anak-anaknya untuk membantu mencari nafkah.

Wanita berbalut jilbab itu hanya ingin anaknya belajar giat, menuai prestasi dan mendapat pekerjaan layak. yamini berharap agar anak-anaknya tidak bernasib sama dengan dirinya.

”Mudah-mudahan mbak.. mudah-mudahan saja anak-anak saya ini tidak bernasip sama seperti saya...,” ucap Yamini penuh harap.

*********************************

Sunariah dan Yamini, keduanya membangun rumah ala kadarnya di atas tanah milik orang lain. dengan kondisi rumah beratap seng, berdinding dan beralaskan kayu papan, tidak membuat keduanya mengeluh pada nasib.

Karena mereka tidak punya keahlian lain selain mulung dan berjualan untuk memperbaiki taraf hidup. mereka juga tidak ingin menyusahkan anak mereka dan orang lain dengan memintanya menanggung kebutuhan hidup mereka.

Mereka bekerja keras dengan senyum yang ikhlas, untuk masa depan anak-anak, tanpa berharap adanya pamrih.

Pengalaman Sunariah dan Yamini, memberi ilmu dan pesan moral pada diri saya tentang kehidupan yang sangat berharga. yaitu tentang semangat dan tekun dalam menjalani pekerjaan dalam hidup.

Satu lagi pelajaran yang paling utama yang dapat saya petik adalah, selalu bersyukur atas rizki dan nikmat yang diberi Allah SWT.(***)