“Kita Ini Tikus Mati di Lumbung”
KENAIKAN harga bahan bakar minyak (BBM) tak bisa dihindari lagi. Harga minyak dunia yang kini menyentuh level USD 120 per barrel menjadi penyebab utamanya. Sejumlah pengamat ekonomi menyatakan dukungannya, dengan alasan untuk mengurangi beban APBN. Tetapi pernahkah terfikir yang bakal terjadi dengan kaum dhuafa? Yang begitu kesulitan dalam menafkahi keluarganya? Bukan tidak mungkin akibat mahalnya kebutuhan pokok karena mengikuti kenaikan BBM ini, mereka melakukan segala cara demi. Salah satunya adalah berbuat kriminal.
Seorang terapis di klinik anak berkebutuhan, Nuria Amalianti dengan tegas mengatakan tingkat kriminalitas akibat melonjaknya BBM akan semakin meningkat. Menurutnya, dengan naiknya BBM dibarengi harga kebutuhan yang tinggi, rakyat kecil pun akan merasa terdesak dengan kebutuhan. Sejumlah masyarakat Balikpapan pun angkat bicara.
“Masyarakat, khususnya rakyat kecil pasti tidak bisa lagi berfikir secara sehat, karena kebutuhan hidup yang semakin terdesak. Mau tidak mau, mereka harus melakukan perbuatan yang melanggar hukum seperti mencuri bahkan sampai nekat melakukan pembunuhan demi memenuhi yang kebutuhanya yang semakin sulit dicari,” tegasnya.
“Cari uang tidak gampang. Dan sekuat-kuatnya iman orang kalau terdesak, ia akan nekat melakukan apa saja. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah sebelum menaikkan BBM,” tegasnya lagi.
Pernyataan berbeda, diutarakan Rikha Oktavian. Costumer service Indovision ini mengatakan, jika seandainya kenaikan kebutuhan primer masyarakat juga dibarengi dengan peningkatan tunjangan kerja, angka kriminalitas tidak akan meningkat.
“Saat BBM belum naik, kebutuhan yang lain sudah pasti ikut naik. Kalaupun sekarang di protes, kira-kira di dengar nggak? Kenyataannya surat keputusannya sudah diturunkan. Lebih baik perusahaan membuat kebijakan dengan menaikkan UMR para pekerjanya, agar seimbang. Sehingga mengurangi angka kriminalitas,” katanya.
Satu contoh, lanjut Rikha, di kota Malang, angka kriminalitasnya cukup tinggi. Ini dikarenakan UMR di kota itu hanya Rp 700 ribu. Saking minimnya pemasukan dan tingginya harga kebutuhan pokok, mereka terpaksa mencari sampingan lain.
“Sampingan lainnya itu ya mencuri, Mbak. Saat ini kita ibarat tikus mati di lumbung padi,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar