Satu kisah dibawah ini mengajarkan kita, baik kaum laki-laki dan perempuan untuk berhati hati. Supaya terhindar dari segala fitnah….masih dari buku “Cerita Teladan Burung Bayan”
****************
Alkisah tentang seorang raja bernama Raja Harman Syah, yang memerintahkan sebuah negeri yang amat besar. Raja mempunyai permaisuri, bernama Putri Kamarul’ain yang terkenal cantik dan bercahaya serta berbudi mulia. Baginda amat mencintai istrinya.
Raja Harman Syah mempunyai saudara laki-laki bernama Raja Ahmad, dan mempunyai istri bernama putrid Saifah dari kerajaan Andalas. Putrid yang ini dikenal cerdas, cantik dan pandai menulis halus serta memahami ilmu falak.
Suatu hari putrid Saifah dipanggil iparnya Putri Kamarul’ain untuk diajak bermain congklak. Mereka berdua bermain dengan gembira layaknya anak-anak. Karena asyiknya permainan dan tawa mereka, Raja Harman Syah pun masuk ke ruang tempat mereka bermain dan menunggui permaisurinya. “Sudah lamakah kalian bermain?” Tanya baginda dengan manis.
“Baru saja. Hamba pun belum menang,” kata permaisuri.
“Teruslah bermain. Kalau perlu aku ajari supaya menang.” Kata raja menggoda istrinya.
Melihat kemesraan suami-istri dihadapannya, hati Putri Saifah tergetar. Ia mulai membandingkan suaminya dengan raja Harman Syah yang kelihatan amat baik kepada istrinya. Sudah bertahun-tahun ia menjadi istri adik Raja Harman Syah, tapi baru kali ini ia melihat kemesraan raja.
Setelah kejadian itu, Putri Saifah sering diam-diam memandang Raja Harman Syah dan mulai terpaut dengan raja yang berkuasa itu. Ia lalu membandingkan ketampanan wajah raja dengan suaminya Raja Ahmad. Raja Harman Syah merasa aneh dengan perilaku adik iparnya itu. Diam-diam baginda pun berdoa agar Putri Saifah dikaruniai kesadaran akan kesalahan sikapnya itu dan bermohon pada Allah agar tak terjadi fitnah karena perempuan itu.
Raja Ahmad tidak tahu sama sekali keadaan istrinya. Hanya saja ia merasa heran mengapa Putri Saifah tidak bersikap manis seperti biasanya. Bahkan belakangan istrinya sering melamun seperti sedang memikirkan sesuatu dan tubuhnya menjadi kurus karena hanya sedikit makan dan minum.
Karena khawatir, Raja Ahmad pun memanggil banyak tabib ke istana untuk memeriksa keadaan sang putri. Namun betapa sedih hati Raja Ahmad, karena tak satu obatpun dapat memperbaiki keadaan sang putri.
Setelah berminggu-minggu memikirkan Raja Harman Syah, Putri Saifah nekad mengirim surat kepada baginda. Tulisannya memang indah, ia membuat syair merdu merayu menyuarakan isi hatinya kepada Raja Harman Syah yang dikaguminya. Tanpa rasa malu disuruhnya seorang pelayan kepercayaannya bernama Elah untuk mengantar surat cinta itu. Pelayan ini mendapat upah yang banyak untuk menyampaikanniat buruk Putri Saifah ini.
Raja Harmansyah sedang hendak mandi-mandi di kolam istana, ketika akhirnya datanglah pelayan perempuan suruhan Putri Saifah. “Mengapa engkau datang tergopoh-gopoh? Apa yang kau bawa?” baginda berpikir mungkin Raja Ahmad mempunyai keperluan mendesak, sehingga menyuruh pelayannya datang ke tempat itu.
“Tuan Putri Saifah menyuruh hamba mempersembahkan surat ini baginda,” kata Elah tanpa malu-malu.
Raja Harman Syah sangat marah mendengar pernyataan pelayan adik iparnya itu. Setelah memberikan tanda suratnya telah diterima dan menyuruh pelayan itu pergi, raja berdoa kepada Allah agar urusan dengan Putri Saifah ini diselesaikan. Baginda sungguh tidak ingin ada fitnah besar menimpa keluarga kerajaan.
Lain halnya denga Elah. Ia datang kepada Putri Saifah dan berbual bahwa sang raja memberikan syalnya sebagai tanda kenangan kepada Putri Saifah. Hati Putri Saifah pun semakin berbunga-bunga sehingga perempuan yang berkhianat itu semakin suka melamun dan tubuhnya pun semakin habis. Setiap hari didekapnya syal itu.
Karena sakit yang semakin parah, akhirnya Putri Saifah meninggal dunia. Raja Ahmad amat sedih atas kejadian ini. lalu melihat syal kakandanya ada di tempat tidur istrinya, mulai lah hatinya curiga. “Tapi tak mungkin istriku berkhianat kepadaku.” Raja Ahmad pun terus berduka dan setiap hari menangis sedih. Raja Harman Syah pun tak tega melihat keadaan adiknya. Suatu hari, dibawanya adiknya itu berbicara empat mata. Lalu diceritakannya segala peristiwa yang menimpa Putri Saifah itu. Tentu saja Raja Ahmad tidak begitu saja mempercayainya. “Panggil pelayanmu Elah. Ia taus emua yang terjadi dengan istrimu itu.” Kata Raja Herman Syah.
Benar saja. Ketika Elah dipanggil, ia menceritakan yang sejujurnya. Betapa terkejut raja muda itu, mendengar penghianatan istrinya. “Untung saja Allah segera memanggilnya, sehingga tak terjadi fitnah yang lebih besar,” kata Raja Ahmad penuh rasa syukur. Maka, baginda Raja Harman Syah pun memeluk adindanya yang bijaksana itu. Setelah itu Raja Ahmad pun tidak bersedih lagi.
Tak lama kemudian Raja Ahmad menikah kembali dengan Putri Rabiah, Putri Raja Kisar. Sungguh Putri Rabiah adalah istri yang beriman dan berakhlak mulia. Raja Ahmad dan istrinya pun hidup bahagia, saling setia dan saling menyayangi.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar