Kenang Almarhum Suami, Nenek Pina Menyendiri di Gubuk Reot |
Cucu Tak Merestui, Batal Dipindah ke Panti Jompo Begitu miris hati ini, jika melihat sekilas kehidupan Pina. Lanjut usia (lansia) ini seorang diri hidup di satu gubuk reot, tempat ia berteduh dari hujan, panas dan melepas lelah di malam hari. Sementara ia masih memiliki anak yang tinggal tidak jauh dari gubuknya. PINA, tiga tahun lagi genap berusia 100 tahun. Namun, kekuatan tenaga yang ia miliki tidak menunjukkan bahwa ia telah berusia 97 tahun. Ia masih mampu berjalan menapaki jalan bertangga yang terjal tanpa bantuan apapun. Kecuali malam, ia butuh bantuan seseorang sebagai penuntun arah, karena ia sudah tidak mampu lagi melihat dengan sempurna. Pina yang uzur lebih menyukai hidup dalam kesendirian, meskipun sangat terbatas. Sekira empat tahun lalu, warga Jalan Dahor 2 Kelurahan Baru Ilir ini mendirikan gubuk di lahan sempit, tepat belakang perumahan Pertamina, kawasan RT 49. Padahal saat itu, ia tinggal bersama putrinya yang telah berkeluarga di RT 47 yang tentu saja masih mencakup wilayah Baru Ilir. Gubuk, ukuran mulai panjang dan lebar tidak lebih dari dua meter. Gubuk itu sendiri terbuat dari papan-papan bekas bangunan, seng, bambu, karpet dan kertas-kertas karton. Pina telah meminta tolong kepada pemuda setempat untuk membantu mendirikannya. Dan dalam gubuk itu ada kasur, kompor dan rak tua yang terbuat dari rotan untuk menyusun pakaian dan peralatan makan. Di luar gubuk, terdapat dua drum berkapasitas 50 liter yang ditutupi dengan plastik yang ditimpa dengan sepotong kayu tebal. Tujuannya agar air tidak kemasukan kotoran. Dibagian atas, terdapat dua tali jemuran. Ditempat terbuka itulah Pina melakukan rutinitas Mandi Cuci Kakus (MCK). Disebelahnya ada kebun mini Pina sepanjang satu meter. Ia menanami tanaman singkong, pepaya dan masih ada beberapa jenis sayuran lain disana yang digunakan sebagai pauk. Masalah air, ia mendapatkan yang layik, karena terdapat selang yang dialirkan dari sumber mata air Pertamina. Dengan adanya selang itu, tidak jarang warga sekitar turut menampung air dari di gubuk itu. Udara dingin di malam hari seakan tidak ia rasakan karena ada selimut tebal yang mendekap erat tubuh rentanya. Sengatan dan nyanyian serangga penghisap darah pun bisa ia hindari dengan menggunakan kelambu. Sehingga lansia bertubuh ceking dan keriput itu bisa nyenyak dalam tidur. Sebagai penerang di malam hari, nenek empat cucu itu mengandalkan lampu botol. Ia telah benar-benar menyiapkan segala sesuatunya untuk menetap di gubuk itu. Apa yang membuatnya lebih memilih tinggal di gubuk sempit di atas lahan yang bukan miliknya? Sementara masih ada rumah anak yang layak dan nyaman untuk ditinggali. Lansia yang telah menjanda sejak 30 tahun itu menuturkan, ia tidak selamanya menetap di gubuk. Terkadang ia pulang ke rumah anaknya yang bernama Sutimah di RT 47 itu, meskipun di hari terang ia memilih menghabiskan hari di dalam gubuk. Hanya saja, jika ia sedang ingin menyendiri, merenung atau mengenang masa-masa dulu bersama suami, ia memilih ke gubuk derita. Bisa saja satu hingga dua minggu ia bermalam di sana. Anak-anak tidak ada yang mampu melarang. Jarak yang tempuh dari gubuk ke rumah sekira 250 meter dengan medan yang menanjak. Selasa (23//9) pagi, gubuk derita itu disambangi Istri Wakil Wali Kota, Hj Arita Rizal didampingi lurah setempat bersama Kantor Pemberdayaan Masyarakat (KPM). Arita begitu mengkhawatirkan kondisi Pina yang hidup menyendiri. Setelah dibahas bersama lurah dan KPM, muncul rencana memindahkan Ibu tiga anak itu ke Panti Jompo. Namun, seorang cucunya, Afendi, putra Sutimah yang telah berumah tangga itu merasa keberatan jika si nenek dibawa jauh darinya. Afandi memastikan bahwa ia mampu membiayai kehidupan Pina. Akhirnya, diputuskan, Pina harus beranjak dari gubuk dan kembali ke rumah. Selanjutnya gubuk itu akan dibongkar habis. Dan sebagai informasi tambahan, hari ini pihak kelurahan akan kembali menyambangi Pina dan menemui Afandi untuk meminta kepastian. |