TRADISI memberikan uang receh bagi anak kecil yang berkunjung ke rumah saat lebaran Idul Fitri bukan hal yang baru bagi masyarakat Kota Minyak. Hanya saja budaya itu kini dikemas lebih rapi sama seperti tradisi masyarakat Tionghoa saat perayaan Imlek. Uang dimasukkan dalam amplop mungil yang dikenal dengan sebutan angpau.
Mengemas uang receh biasanya pecahan Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 10.000, walaupun ada yang sampai Rp 50.000 bahkan Rp 100.000 per anak. Dulunya uang receh itu begitu saja diserahkan, biasanya ketika si bocah hendak berpamitan setelah menikmati jajanan lebaran. Namanya juga anak-anak, kalau tahu uang yang diberi pemilik rumah tergolong besar, pasti ada saja yang nakal dengan kembali berkunjung ke rumah yang bersangkutan.
Berburu angpau dilakukan lebih sering dilakukan anak-anak secara berjamaah. Tidak ada penunjukkan langsung siapa yang jadi pemimpin, namun ada saja anak yang dijadikan panutan sekaligus penunjuk jalan mana saja rumah yang angpaunya hendak diserbu.
Dengan munculnya angpau lebaran Idul Fitri, bocah-bocah lebih bersemangat untuk bersilaturahim walaupun tujuan utamanya ya angpau itu, atau mengantongi kue lebaran yang dianggap paling lezat serta minuman kaleng.
“Bapak kan anak tertua. Jadi kalau lebaran hari pertama pada ngumpul di rumah semua,” kata Lina, warga RT 04 Karang Jati yang baru saja membeli angpau lebaran.
Lina memborong dua plastik angpau Idul Fitri. Setiap paket isinya bisa lima sampai 10 angpau. Selain lebih praktis, angpau lebaran lebih terlihat sopan ketika akan diserahkan kepada anak-anak. Kesannya itu bukan seperti tamu datang kemudian diberi uang. “Biar lebih sopan saja, lagi pula amplopnya menarik, masih bisa disimpan buat kenang-kenangan,” kata Lina yang tercatat sebagai mahasiswi Politeknik Samarinda
Ukuran, bahan dan model amplop versi Idul Fitri sama seperti amplop untuk Imlek. Hanya saja, kalau amplop angpau Imlek ini hanya ada satu warna yakni merah dengan ukiran huruf kanji di atasnya. Ada juga gambar sepasang tokoh kartun, dengan mata sipit yang mengenakan baju Shanghai. Tokoh kartun wanita, rambutnya dikepang dua yang disertai sanggul berbalut kain merah, sementara kartun pria mengenakan penutup kepala menyerupai lobe dengan kunciran rambut yang panjang dibelakangnya. Kedua tangan kartun ini terkatup didepan dada seolah mengucapkan “Gong Tzi Fat Choy“.
Untuk versi Idul Fitri, terdapat aneka warna pilihan. Diantaranya merah, putih dan hijau. Motifnya pun beragam. Ada gambar masjid, ketupat dan orang yang sedang bersalaman dengan mengenakan busana muslim. Ada juga amplop dengan motif sedikit kekanak-kanakan, seperti gambar kartun yang lucu. Tapi tetap tidak meninggalkan suasana yang oleh umat muslim di Indonesia menyebutnya Lebaran. Karena disetiap amplop terdapat tulisan Selamat Idul Fitri, Minal Aizin Wal Faizin atau Mohon Maaf Lahir Batin.
Selain angpau lebaran, ada pula tradisi lain yang diadopsi yakni ornamen buat dipajang di pintu. Saat perayaan Natal, ornamen yang biasa dipasang di pintu berupa tokoh Sinterklas, bunga berbentuk bulat dan lainnya. Sementara ornamen pintu untuk lebaran Idul Fitri berbentuk masjid, ketupat, serta ucapan mohon maaf lahir dan batin.
“Harga angpau lebarannya murah kok, cuma Rp 3.000 per plastik, isinya 10 amplop. Kalau ornamen pintu, ada yang Rp 25 ribu, Rp 35 ribu tergantung bentuknya,” ujar seorang penjual di kawasan Damai.
Penjaga toko UD Adi Jaya, Anis mengatakan, jelang lebaran seperti sekarang, angpau Idul Fitri di tempatnya terjual sebanyak 500 amplop. “Rata-rata yang beli dari kalangan muda,” sebutnya.(*)